profile.
debbie rose female, 20, virgo 08.09.91 jakarta indonesia mail me! tumblr affiliates.
daily reads.
recent entries.
yesterdays.
» The Right Wrong Person.» Not to be afraid » a glimpse of rhyme » Feeling? Re-think. » Between The Lines - Sara Bareilles » "what is happiness?" » Tak ada gading yang tak retak. » tuangkan dalam secangkir puisi » masih dan tetap » If it still hurts, you still care... archives.
time machine.
» March 2006» April 2006 » May 2006 » June 2006 » July 2006 » August 2006 » September 2006 » October 2006 » November 2006 » December 2006 » February 2007 » March 2007 » May 2008 » June 2008 » July 2008 » August 2008 » September 2008 » October 2008 » November 2008 » December 2008 » January 2009 » March 2009 » April 2009 » May 2009 » July 2009 » August 2009 » September 2009 » December 2009 » July 2011 » September 2011 » October 2011 » November 2011 » January 2012 » February 2012 » March 2012 » July 2012 |
The Right Wrong Person.
Monday, July 23
“We’re all seeking that special person who is right for us. But if you’ve been through enough relationships, you begin to suspect there’s no right person, just different flavors of wrong. Why is this? Because you yourself are wrong in some way, and you seek out partners who are wrong in some complementary way. But it takes a lot of living to grow fully into your own wrongness. And it isn’t until you finally run up against your deepest demons, your unsolvable problems—the ones that make you truly who you are—that we’re ready to find a lifelong mate. Only then do you finally know what you’re looking for. You’re looking for the wrong person. But not just any wrong person: the right wrong person—someone you lovingly gaze upon and think, “This is the problem I want to have.”
I will find that special person who is wrong for me in just the right way.
Let our scars fall in love.” ― Galway Kinnell Not to be afraid
Tuesday, July 17
Ini sebuah tulisan yang mengundang banyak pro dan kontra. Saya akan buka dengan satu kalimat:
Saya percaya Tuhan bisa.
Atau jika ada orang yang tidak percaya Tuhan, kalimat itu bisa diganti dengan:
Saya percaya pada Yang Telah Menciptakan saya, Dia bisa.
Saya tidak pernah percaya pada orang seratus persen. Kenapa? Karena apa bedanya orang lain dengan saya? Kita semua sama, sederajat, betul? Saya dan kamu bisa melakukan kesalahan. Kita berdua pernah bohong. Saya dan Anda pernah lupa, pernah jahat. Bahkan ayah dan ibu kita pernah bersalah. Kalau saya saja tahu kejelekan dan kemampuan saya sebagai manusia, berarti kesimpulannya jangan percaya pada kemampuan manusia.
Bulan lalu ujian. Apakah saya percaya bahwa diri saya bisa? Tidak. Tetapi saya percaya Tuhan bisa membuat saya mampu. Sudah lewat ujian tahun ini, apakah saya kemudian percaya tahun depan saya lebih bisa? Tidak. Saya tetap percaya yang bisa cuma Tuhan.
Saya percaya kehadiran Tuhan atau Yang Menciptakan kita melampaui ruang dan waktu. Di setiap detik hidup kita tidak luput dari jangkauanNya. Apapun yang terjadi di setiap detik tersebut, adalah rencana dan kehendak yang tidak bisa kita cegah. Dari detik-detik anugerah itulah kita akan belajar sesuatu.
Percaya pada Tuhan, seratus persen. Anda tidak perlu percaya yang lain-lain. Dia tidak akan mengecewakan siapapun.
Saya tidak percaya manusia bisa berubah. Tetapi saya percaya Tuhan bisa mengubah apapun.
Untuk apa takut? Tuhan selalu bisa.
Saya tidak percaya Anda semua mampu. Tapi saya percaya Tuhan bisa.
:)a glimpse of rhyme
Thursday, March 29
“ Deep in the meadow, hidden far away A cloak of leaves, a moonbeam ray Forget your woes and let your troubles lay And when it’s morning again, they’ll wash away Here it’s safe, here it’s warm Here the daisies guard you from every harm Here your dreams are sweet and tomorrow brings them true Here is the place where I love you." — Suzanne Collins Feeling? Re-think.
Sunday, February 26
Sebelumnya, saya bilangin ya mbak-mbak, mas-mas, adik-adik atau kakak-kakak yang baca. Gapapa kok kalo nggak setuju sama saya. Saya nggak maksa kalian harus sependapat sama saya kok ;) tapi sebagai gantinya, saya open-minded terhadap pikiran semua orang. Gapapa kalo kalian mau share pendapat kalian juga sama saya. TAPI tolong, jangan memaksa saya untuk setuju dengan pendapat kalian (because i just get really pissed off beberapa kali menghadapi orang yang ingin pendapatnya selalu benar). Sekarang kalau saya ketemu orang macam ini, saya tanggapi dengan: "Ooo" atau "Oke" atau "Ya" daripada saya adu mulut capek-capek. You just can't please everyone. Okaay?Beberapa tahun sebelum ini, katakan 3 tahun sebelum ini. Saya akui saya masih sangat naif. NA-IF. Dan sangat idealis. Berbagai pengalaman, seiring lingkungan yang berubah, usia, tanggung jawab, dan pergaulan, membuat saya sedikit demi sedikit sadar. Dunia ini luas, dan tidak pernah absolut. Dan sangat cetek.....kalo kita hanya mengandalkan "feeling" untuk memutuskan berbagai hal. 6 bulan sebelum ini, saya pun masih idealis. Saya berpikir hidup ini bisa seindah dan segampang novel atau film. Saya bahkan menggunakan salah satu novel sebagai patokan pemikiran saya. Saya nggak mungkir. Film seperti The Notebook, siapa sih yang gak terharu? Novel-novel dalam negeri tentang cinta sejati? Saya bukannya jadi sinis. Cuma belakangan, dibanding segala hal yang idealis dan melambungkan perasaan-perasaan bahagia kita, saya jadi sadar setelah nonton film The Vow. Film ini... membuat pandangan saya lebih realistis. Dan memang, film ini diadaptasi dari kisah nyata. Jadi dari film itu, dari janji kedua pemeran utama yang diucapkan ketika mereka menikah. Saya terharu. Saya membaca di novel dan berbagai film romantis sebelumnya, saat kita bertemu 'The One' akan ada suatu 'feeling' atau tanda, bahwa dialah orangnya. SEBELUM saya nonton The Vow, pikiran saya masih seperti itu. Namun setelah saya menonton film tersebut, begini kira-kira janji kedua mempelai: Paige: I vow to help you love life, to always hold you with tenderness and to have the patience that love demands, to speak when words are needed and to share the silence when they are not and to live within the warmth of your heart and always call it home. Leo: I vow to fiercely love you in all your forms, now and forever. I promise to never forget that this is a once in a lifetime love. I vow to love you, and no matter what challenges might carry us apart, we will always find a way back to each other. Saya terharu. Ditambah lagi seuntai kata-kata dari ibu Paige: " I chose to stay with him for all the things that he did right and not leave him for one thing that he did wrong." Jadi saya membuat kesimpulan. Mungkin benar, maksudnya "tanda" atau "feeling" itu pasti ada, dan akan berbeda buat tiap orang. Tapi ini tanda buat saya: "Menemukan orang yang mau berkomitmen dengan saya, disaat sedih maupun senang, dan menjaga komitmen itu seumur hidupnya hanya dengan saya." Dia harus mau merasakan susahnya, bukan hanya saat bahagia. Dia harus mau mengerti, bukan hanya dimengerti. Dia harus mau memberi, bukan mengharapkan pemberian. "If you can't handle me at my worst, then you sure as hell don't deserve me at my best." Sebenarnya ini juga berlaku buat teman-teman. Jujur saja, bagi saya pertemanan juga sebuah komitmen. Jika teman saya tidak segan menghabiskan saat sedih bersama saya (bukan cuma saat senang dia hadir), saya juga tidak akan segan mendukung disaat dia membutuhkan. Dia mau susah, saya pasti juga mau susah. Jika dia bisa tahan waktu saya rese, saya juga akan tahan kalo dia rese. Tapi jika dia tidak pernah berbagi dengan saya, buat apa saya berbagi dengan dia? Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kalau dia tidak pernah ada waktu anda perlukan, anda tahu sendiri kan jawabannya? :) - |
tagboard.
chit chat.
credits.
thank you.
This layout was created by sagacity. Colors are
can be found here. Please use MOZILLA
FIREFOX when viewing
this layout/blog. Use a 1280x800px screen for best results.
|